Makanan berbasis gandum atau tepung
terigu telah menjadi makanan pokok banyak negara. Ketersediaannya yang melimpah
di pasaran dunia, proteinnya yang tinggi, harganya yang relatif tidak mahal dan
pengolahannya yang praktis mudah telah menjadikan makanan berbasis tepung
terigu merambah cepat ke berbagai negara. Negara-negara pengekspor gandum juga
cukup banyak antara lain, Australia, Kanada, Amerika, Rusia, Cina, dan masih
banyak lagi.
Sejarah asal-muasal tanaman gandum
sendiri memiliki referensi yang amat beragam. Satu pemahaman yang kiranya sama
adalah bahwa tanaman ini diperkirakan pertama kali tumbuh di kawasan Asia.
Adalah seorang arkeolog dari Universitas Chicago yang menemukan dua jenis
gandum diantara puing-puing reruntuhan sebuah desa kuno di Irak pada tahun
1948. Desa tersebut diperkirakan dibangun 6.700 tahun SM.
Sebagian sejarawan masih berpegang
pada anggapan bahwa tanaman ini mula-mula tumbuh di sekitar kawasan
Mediterania, sekitar Turki, Syria, India, bahkan Eropa. Catatan sejarah purba
menemukan bahwa 4.000 tahun SM relief di pemakaman kuno Mesir mengindikasikan
bahwa gandum digunakan sebagai makanan manusia, dan gandum dikenal sebagai
makanan di China pada tahun 2.700 SM. Sejalan dengan penyebaran hunian manusia,
demikian pula gandum sebagai makanan pokok lalu menyebar ke Eropa Timur,
Amerika Selatan, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Canada dan Australia. Hal ini
mengakibatkan varietas dan jenis gandum pun semakin beragam bergantung lokasi
dan masa tumbuhnya.
Proses Gandum Jadi Terigu
Proses pengolahan gandum menjadi tepung terigu dibagi
dalam 2 proses, yakni proses pembersihan (cleaning) dan penggilingan (milling).
Pada proses cleaning, gandum dibersihkan dari impurities seperti debu,
biji-biji lain selain gandum (seperti biji jagung, kedelai), kulit gandum,
batang gandum, batu-batuan, kerikil, dan lain-lain
Setelah gandum dibersihkan dari impurities, proses
penambahan air (dampening) agar gandum memiliki kadar air yang
diinginkan. Proses dampening tergantung pada beberapa faktor.
Antara lain kandungan air di awal biji gandum, jenis gandum, dan jenis serta
mutu tepung yang diharapkan. Selanjutnya gandum yang telah diberi air didiamkan
selama waktu tertentu agar air meresap ke dalam biji gandum. Tahap ini
bertujuan untuk membuat kulit gandum menjadi liat sehingga tidak mudah hancur
saat digiling dan memudahkan endosperma terpisah dari kulit serta melunakkan
endosperm yang mengandung tepung.
Proses kedua adalah penggilingan (milling) yang
meliputi proses breaking, reduction, sizing, dan tailing.
Prinsip proses penggilingan adalah memisahkan endosperm dari lapisan kulit.
Diawali dengan proses breaking yaitu pemisahan biji gandum untuk
memisahkan kulit gandum dengan endosperm. Tahap berikutnya adalah reduction,
yaitu endosperma yang sudah dipisahkan diperkecil lagi menjadi tepung terigu.
Kulit gandum yang terpisah diproses kembali menjadi bran dan pollard.
Selama proses penggilingan dihasilkan produk-produk
samping seperti pollard, bran, dan tepung industri. Tujuan dari
tahap penggilingan ini untuk memperoleh hasil ekstraksi yang tinggi dengan
kualitas tepung yang baik.
Kandungan
Umumnya penggolongan tepung terigu berdasarkan
kandungan proteinnya. Biasanya jenis yang tersedia di pasar memiliki kandungan
protein berkisar antara 8% - 9%, 10.5% - 11.5 % dan 12 % - 14 %.
Di dalam tepung terigu terdapat Gluten , yang secara
khas membedakan tepung terigu dengan tepung tepung lainnya. Gluten adalah suatu
senyawa pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan
dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik, yang dapat menentukan
kekenyalan mie serta berperan dalam pembuatan kulit martabak telur supaya tidak
mudah robek.
Umumnya kandungan gluten menentukan kadar protein
tepung terigu, semakin tinggi kadar gluten, semakin tinggi kadar protein tepung
terigu tersebut. Kadar gluten pada tepung terigu, yang menentukan kualitas pembuatan
suatu makanan, sangat tergantung dari jenis gandumnya.
Dalam pembuatan makanan, hal yang harus diperhatikan
ialah ketepatan penggunaan jenis tepung terigu. Tepung terigu berprotein 12
%-14 % ideal untuk pembuatan roti dan mie, 10.5 %-11.5 % untuk biskuit, pastry/pie
dan donat. Sedangkan untuk gorengan, cake dan wafer gunakan yang
berprotein 8%-9%. Jadi suatu tepung terigu belum tentu sesuai dengan semua
makanan.
Kualitas tepung terigu dipengaruhi juga oleh moisture
(kadar air), ash (kadar abu), dan beberapa parameter fisik lainnya,
seperti water absorption, development time, stability, dan lain-lain.
Moisture adalah jumlah kadar air pada tepung terigu yang
mempengaruhi kualitas tepung. Bila jumlah moisture melebihi standar
maksimum maka memungkinkan terjadinya penurunan daya simpan tepung terigu
karena akan semakin cepat rusak, berjamur dan bau apek.
Ash adalah kadar abu yang ada pada tepung terigu yang
mempengaruhi proses dan hasil akhir produk antara lain warna produk (warna crumb
pada roti, warna mie) dan tingkat kestabilan adonan. Semakin tinggi kadar ash
semakin buruk kualitas tepung. Sebaliknya semakin rendah kadar ash
semakin baik kualitas tepung. Hal ini tidak berhubungan dengan jumlah dan kualitas
protein.
Kemampuan tepung terigu menyerap air disebut Water
Absorption. Kemampuan daya serap air pada tepung terigu berkurang bila
kadar air dalam tepung (moisture) terlalu tinggi atau tempat penyimpanan
yang lembab. Water Absorption sangat bergantung dari produk yang akan
dihasilkan. Dalam pembuatan roti umumnya diperlukan water absorption
yang lebih tinggi dari pada pembuatan mie dan biskuit.
Kecepatan tepung terigu dalam pencapaian keadaan develop
(kalis) disebut developing time. Bila waktu pengadukan kurang disebut under
mixing yang berakibat volume tidak maksimal, serat/remah roti kasar, roti
terlalu kenyal, aroma roti asam, roti cepat keras, permukaan kulit roti pecah
dan tebal. Sedangkan bila kelebihan pengadukan disebut over mixing yang
berakibat volume roti melebar/datar, roti kurang mengembang, serat/remah roti
kasar, warna kulit roti pucat, permukaan roti mengecil, permukaan kulit roti
banyak gelembung dan roti tidak kenyal.
Proses terakhir adalah stability yaitu
kemampuan tepung terigu untuk menahan stabilitas adonan agar tetap sempurna
meskipun telah melewati waktu develop (kalis). Stabilitas tepung pada
adonan dipengaruhi beberapa hal antara lain jumlah protein, kualitas protein
dan zat additive/tambahan. (*)
0 comments:
Post a Comment