KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga
saya berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul
“Makalah Suku Dayak Bakumpai dan Suku Sakai”
Makalah ini
berisikan tentang informasi Sejarah Suku Dayak Bakumpai dan Suku Sakai atau
yang lebih khususnya membahas Sistem Perkawinan, Mata Pencaharian, serta
Agama/Sistem Religi Suku Dayak Bakumpai dan Suku Sakai.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi
kepada kita semua tentang Suku Dayak Bakumpai dan Suku Sakai.
Saya menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih. Sekian.
Semarapura, 1
Januari 2013
Penyusun
KATA PENGANTAR
……………………………………………………………………………………………... i
DAFTAR ISI
………………………………………………………………………………………………......... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ……………………………………………………………………………………………….....................
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 SEJARAH ………………………………………………………………………………………… 3
2.2 MATA PENCAHARIAN
…………………………………………………………………………………………..........................
5
2.3 AGAMA/SISTEM RELIGI
……………………………………………………………………………………..............................
5
2.4 SISTEM PERKAWINAN
…………………………………………………………………………………………..........................
6
2.5 KEBUDAYAAN
……………………………………………………………………………………. 7
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN …………………………………………………………………………………… 8
3.2 SARAN DAN KRITIK
…………………………………………………………………………………………….......................
8
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………………….
9
CATATAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Suku Dayak Bakumpai (Belanda: Becompaijers/Bekoempaiers) adalah salah satu
subetnis Dayak Ngaju yang beragama Islam. Suku Bakumpai terutama mendiami
sepanjang tepian daerah aliran sungai Barito di Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah yaitu dari kota Marabahan (sebagai pusatnya) sampai kota
Puruk Cahu, Murung Raya. Suku Bakumpai merupakan suku baru yang muncul dalam
sensus tahun 2000 dan merupakan 7,51% dari penduduk Kalimantan Tengah,
sebelumnya suku Bakumpai tergabung ke dalam suku Dayak pada sensus 1930
Suku Bakumpai berasal bagian hulu dari bekas Distrik Bakumpai sedangkan di
bagian hilirnya adalah pemukiman orang Barangas (Baraki). Sebelah utara (hulu)
dari wilayah bekas Distrik Bakumpai adalah wilayah Distrik Mangkatip
(Mengkatib) merupakan pemukiman suku Dayak Bara Dia atau Suku Dayak Mangkatip.
Suku Bakumpai maupun suku Mangkatip merupakan keturunan suku Dayak Ngaju dari
Tanah Dayak.
Suku Bakumpai banyak mendapat pengaruh bahasa, budaya, hukum adat, dan arsitektur
Banjar, karena itu suku Bakumpai secara budaya dan hukum adat termasuk ke dalam
golongan budaya Banjar, namun secara bahasa, suku Bakumpai memiliki kedekatan
dengan bahasa Ngaju.
Suku Sakai merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang hidup di
pedalaman Riau, Sumatera. Suku Sakai merupakan keturunan Minangkabau yang
melakukan migrasi ke tepi Sungai Gasib, di hulu Sungai Rokan, pedalaman Riau
pada abad ke-14. Seperti halnya Suku Ocu (penduduk asli Kabupaten Kampar),
Orang Kuantan, dan Orang Indragiri, Suku Sakai merupakan kelompak masyarakat
dari Pagaruyung yang bermigrasi ke daratan Riau berabad-abad lalu. Sebagian
besar masyarakat Sakai hidup dari bertani dan berladang. Tidak ada data pasti
mengenai jumlah orang Sakai. Data kependudukan yang dikeluarkan oleh Departemen
Sosial RI menyatakan bahwa jumlah orang Sakai di Kabupaten Bengkalis sebanyak
4.995 jiwa.
Suku Sakai selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup
berpindah-pindah di hutan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, alam asri
tempat mereka berlindung mulai punah. Kawasan yang tadinya hutan, berkembang
menjadi daerah industri perminyakan, usaha kehutanan, perkebunan karet dan
kelapa sawit, dan sentra ekonomi. Komposisi masyarakatnya pun menjadi lebih
heterogen dengan pendatang baru dan pencari kerja dari berbagai kelompok
masyarakat yang ada di Indonesia (Jawa, Minang, Batak, dsb). Akibatnya,
masyarakat Sakai pun mulai kehilangan sumber penghidupan, sementara usaha atau
kerja di bidang lain belum biasa mereka jalani.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
a. Suku Dayak Bakumpai
Secara etimologis, bakumpai adalah julukan bagi suku dayak yang mendiami
daerah aliran sungai barito. Bakumpai berasal dari kata ba (dalam bahasa banjar
yang artinya memiliki) dan kumpai yang artinya adalah rumput.
Dari julukan ini, dapat dipahami bahwa suku ini mendiami wilayah yang
memiliki banyak rumput. Menurut legenda, bahwa asal muasal suku dayak bakumpai
adalah dari suku dayak ngaju yang akhirnya berhijrah ke negeri yang sekarang
disebut dengan negeri marabahan.
Pada mulanya mereka menganut agama nenek moyang yaitu kaharingan, hal ini
dapat dilihat dari peninggalan budaya yang sama seperti suku dayak lainnya.
Kemudian mereka menjumpai akan wilayah itu seorang yang memiliki kharismatik,
seorang yang apabila dia berdiri di suatu tanah, maka tanah itu akan ditumbuhi
rumput. Orang tersebut tidak lain adalah Nabiyullah Khidir as. Di dalam cerita
mereka kemudian masuk agama islam dan berkembang biaklah mereka menjadi suatu
suku. Suku bakumpai adalah julukan bagi mereka, karena apabila mereka belajar
agama di suatu daerah dengan gurunya khidir, maka tumbuhlah rumput dari daratan
tersebut, sehingga kemudian mereka dikenal dengan suku bangsa bakumpai.
Suku dayak bakumpai dahulunya memiliki suatu kerajaan yang lebih tua
dibandingkan dengan kerajaan daerah banjar, akan tetapi karena daya magis yang
luar biasa akhirnya kerajaan ini berpindah ke sungai barito dan rajanya dikenal
dengan nama datuk barito.
Dari daerah marabahan ini mereka menyebar ke aliran sungai barito. Dari
cerita rakyat, bahwa ada suatu daerah di kabupaten murung raya yaitu muara untu
pada mulanya hanyalah suatu hutan belantara yang dikuasai oleh bangsa jin
bernama untu. Kemudian ada dari suku bakumpai yang hijrah kesana dan mendiami
daerah tersebut yang bernama Raghuy. Sampai sekarang jika ditinjau dari
silsilah orang yang mendiami muara untu, mereka menamakan moyang mereka Raghuy.
b. Suku Sakai
Nama sakai dalam sebutan bagi penduduk pengembara yang terpencil dari lalu
lintas kehidupan dunia kekinian di Riau. Mereka tinggal di bagian hulu sungai
Siak. Menurut Boehari Hasmmy (dlm Parsudi Suparlan), mengatakan bahwa orang
sakai datang dari kerajaan Pagaruyung Minangkabau Sumatera Barat dalam dua
gelombang migrasi. Kedatangan pertama diperkirakan terjadi sekitar abad ke 14
langsung ke daerah Mandau. Sedangkan yang datang kemudian diperkirakan tiba di
Riau abad ke 18, yang datang di kerajaan Gasib dan kemudian hancur diserang
oleh kerajaan Aceh, sehingga penduduknya lari ke dalam hutan belantara dan
masing-masing membangun rumah dan ladangnya secara terpisah satu sama lainnya
di bawah kepemimpinan salah seorang diantara mereka.
Orang sakai tergolong dalam ras Veddoid dengan ciri-ciri rambut keriting
berombak. Kulit coklat kehitaman, tinggi tubuh laki-laki sekitar 155 cm dan
perempuan 145 cm. Untuk berhubungan satu sama lain, orang Sakai menggunakan
bahasa sakai. Banyak diantara mereka mengujar logat-logat bahasa batak
Mandailing, bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu.
Menurut Moszkowski (1908) dan kemudian dikutib oleh Loeb-(1935) Orang Sakai
adalah Orang Veddoid yang bercampur dengan orang Minangkabau yang datang
berimigrasi pada sekitar abad ke-14 ke daerah Riau, yaitu ke Gasib, di
tepi sungai gasib di hulu sungai Rokan. Gasib kemudian menjadi sebuah kerajaan
dan kerajaan ini kemudian dihancurkan oleh kerajaan Aceh, dan warga masyarakat
ini melarikan diri ke hutan-hutan di sekitar daerah sungai-sungai Gasib, Rokan
dan Mandau serta seluruh anak-anak sungai Siak. Mereka adalah nenek moyang
orang sakai. Sedangkan menurut Boechari Hasny (1970) yang memperoleh keterangan
mengenai asal-muasal orang sakai dari para orang tua sakai, berasal dari
Pagaruyung, Batusangkar, dan dari Mentawai.
Arti Nama Sakai:
Nama Sakai konon berasal dari huruf awal kata Sungai, Kampung, Anak, dan
Ikan. Maknanya, mereka adalah anak-anak negeri yang hidup di sekitar sungai dan
mencari penghidupan dari hasil kekayaan yang ada di sungai berupa ikan.
Jelas julukan ini diprotes oleh masyarakat suku Sakai yang sudah maju,
karena hal tersebut berkonotasi pada hal yang tidak kuno dan bodoh, serta tidak
mengikuti kemajuan jaman. Sedangkan kenyataannya kini, masyarakat Sakai sudah
tidak lagi banyak yang masih melakukan tradisi hidup nomadennya, karena wilayah
hutan yang semakin sempit di daerah Riau.
2.2 Mata
Pencaharian
a. Suku Dayak Bakumpai
Kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak Bakumpai adalah bertani dan
berladang, serta memanfaatkan lahan hutan untuk perburuan dan saat ini mereka
juga banyak yang sudah bekerja di sektor pemerintah dan sektor swasta, selain
itu berdagang dan menjalankan usaha mandiri.
b. Suku Sakai
Mata pencaharian sebagian besar penduduk Suku Sakai adalah nelayan. Mereka
hidup di sekitar sungai dan mencari penghidupan dari hasil kekayaan yang ada di
sungai berupa ikan.
2.3
Agama/Sistem Religi
a. Suku Dayak Bakumpai
Suku Dayak Bakumpai mayoritas beragama Islam, karena sejak masa lalu telah
terjadi hubungan dengan suku-suku Melayu Banjar. Saat ini tidak ada lagi dari
masyarakat suku Dayak Bakumpai yang masih mengamalkan tradisi agama asli suku
dayak seperti Kaharingan.
Pada mulanya mereka menganut agama nenek moyang yaitu kaharingan, hal ini
dapat dilihat dari peninggalan budaya yang sama seperti suku dayak lainnya.
kemudian mereka menjumpai akan wilayah itu seorang yang memiliki kharismatik,
seorang yang apabila dia berdiri di suatu tanah, maka tanah itu akan ditumbuhi
rumput. Orang tersebut tidak lain adalah Nabiyullah Khidir as. Di dalam cerita
mereka kemudian masuk agam islam dan berkembang biaklah mereka menjadi suatu
suku. suku bakumpai adalah julukan bagi mereka, karena apabila mereka belajar
agama di suatu daerah dengan gurunya khidir, maka tumbuhlah rumput dari daratan
tersebut, sehingga kemudian mereka dikenal dengan suku bangsa bakumpai.
b. Suku Sakai
Salah satu ciri masyarakat Sakai yang juga melahirkan penilaian negatif
dari orang Melayu adalah agama mereka yang bersifat animistik. Meskipun banyak
di antara orang Sakai yang telah memeluk Islam, namun mereka tetap memraktekkan
agama nenek moyang mereka yang masih diselimuti unsur-unsur animisme, kekuatan
magis, dan tentang mahkuk halus. Inti dari agama nenek moyang masyarakat Sakai
adalah kepercayaan terhadap keberadaan ‘hantu‘, atau mahluk gaib yang ada di
sekitar mereka.
2.4 Sistem
Perkawinan
a. Suku Dayak Bakumpai
Karena suku Dayak Bakumpai merupakan subetnis dari suku Dayak Ngaju, Sistem
perkawinan yang mereka anut sama. Karena, penduduk suku Dayak Bakumpai adalah
penduduk yang hijrah dari suku Dayak Ngaju.
Tata cara perkawinan pada masyarakat suku Dayak Bakumpai disebut “Pelek
Rujin Pangawin. Ritual upacara perkawinan merupakan salah satu ritual keagamaan
sekaligus dianggap adat yang mencirikan keberadaan suku Dayak Bakumpai sebagai
suatu kelompok masyarakat adat.
b. Suku Sakai
Perkawinan dalam masyarakat Suku Sakai biasanya didahului oleh sebuah
hubungan personal yang dekat dan mendalam. Hubungan ini lahir dari interaksi
sosial yang intensif di antara keduanya, yang biasanya terjalin melalui
kegiatan-kegiatan sosial ekonomi yang melibatkan keduanya. Namun, hubungan ini
selalu melibatkan peran orang tua, terutama dalam konteks pengawasan dan
kontrol agar hubungan tersebut tidak berujung pada hal-hal yang tak diinginkan,
misalnya hamil di luar nikah. Pengawasan yang ketat biasanya berasal dari pihak
orang tua dan keluarga besar si gadis. Bahkan, masyarakat pun turut serta
mengontrol hubungan tersebut, karena secara adat hubungan seks di luar nikah
juga merupakan sebuah larangan.
Ketika kedua belah pihak merasa bahwa hubungan antara si perjaka dan si
gadis sudah nampak semakin serius dan mendalam, maka biasanya orang tua si
perjaka menyuruh anaknya untuk segera melamar si gadis. Jika lamaran tersebut
diterima, maka kedua orang tua bersepakat mencari hari yang tepat untuk
melangsungkan upacara perkawinan tersebut. Biasanya upacara perkawinan
diselenggarakan setelah satu bulan hingga dua bulan semenjak prosesi lamaran.
2.5 Kebudayaan
a. Suku Dayak Bakumpai
Kebudayaan dan adat istiadat serta tradisi asli suku ini telah banyak
menyerap dari budaya dan adat istiadat suku Melayu Banjar. Kebudayaan asli yang
masih tersisa pada suku Dayak Bakumpai adalah ritual Badewa dan Manyanggar
Lebu.
b. Suku Sakai
Suku Sakai memliki budaya tradisi pakaian yang terbuat dari kulit atau
pelepah pohon.
Suku Sakai juga memiliki kebudayaan / tradisi Petang-megang atau bersuci
diri merupakan satu-satu budaya sakai yang masih bertahan atau dilestarikan.
Tradisi Petang-megang diselenggarakan menjelang Ramadan saat ini. Namun,
sekarang kebudayaan ini hanya dilakukan di beberapa kota/kabupaten saja.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bakumpai adalah
julukan bagi suku dayak yang mendiami daerah aliran sungai barito. Bakumpai
berasal dari kata Ba (dalam bahasa banjar yang artinya memiliki) dan kumpai
yang artinya adalah rumput. Kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak Bakumpai
adalah bertani berladang. Suku Dayak Bakumpai mayoritas beragama Islam, karena
sejak masa lalu telah terjadi hubungan dengan suku-suku Melayu Banjar. Karena
suku Dayak Bakumpai merupakan subetnis dari suku Dayak Ngaju, Sistem perkawinan
yang mereka anut sama yakni Pelek Rujin Pangawin.
Nama sakai
dalam sebutan bagi penduduk pengembara yang terpencil dari lalu lintas
kehidupan dunia kekinian di Riau. Mereka tinggal di bagian hulu sungai Siak.
Mata pencaharian sebagian besar penduduk Suku Sakai adalah nelayan. Salah satu
ciri masyarakat Sakai yang juga melahirkan penilaian negatif dari orang Melayu
adalah agama mereka yang bersifat animistik. Meskipun banyak di antara orang
Sakai yang telah memeluk Islam, namun mereka tetap memraktekkan agama nenek
moyang mereka. Perkawinan dalam masyarakat Suku Sakai biasanya didahului oleh
sebuah hubungan personal yang dekat dan mendalam. Hubungan ini lahir dari
interaksi sosial yang intensif di antara keduanya. Suku Sakai juga memiliki
kebudayaan / tradisi Petang-megang atau bersuci diri merupakan satu-satu budaya
sakai yang masih bertahan atau dilestarikan.
3.2 Saran dan
Kritik
Saya selaku penyusun Paper ini sadar Paper yang telah saya selesaikan ini
masih banyak kekurangan. Jadi, saya mohon kepada Bapak guru untuk memberikan
saran dan kritik yang membangun guna menjadikan Paper saya ini menjadi lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia .org/wiki/Suku_Dayak_Bakumpai
http://www.wisatamelayu.com/id/news/11975-Suku-Sakai-Diminta-Lestarikan-Budaya
Parsudi Suparlan, 1985. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif,
Artikel.
0 comments:
Post a Comment