Pengertian Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta maupun
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk
menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak
tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya
pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis
karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat
mencakup puisi,
drama, serta karya tulis
lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi,
dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain
industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta
berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak
monopoli
atas penggunaan invensi),
karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu,
melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Undang-
undang mengatur mengenai pelanggaran atas hak cipta. Di dalam UU No. 19 Tahun
2002 ditegaskan bahwa suatu perbuatan dianggap pelanggaran hak cipta jika
melakukan pelanggaran terhadap hak eksklusif yang merupakan hak Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak dan untuk memberikan
izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak,
atau menyiarkan karya ciptanya. Sehingga berdasarkan ketentuan undang- undang
ini, maka pihak yang melanggar dapat digugat secara keperdataan ke pengadilan
niaga. Hal ini sebagaimana dibunyikan pada ketentuan Pasal 56 ayat (1), (2),
dan (3) sebagai berikut :
•
Pemegang Hak Cipta
berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran
Hak Ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil
Perbanyakan Ciptaan itu.
•
Pemegang Hak Cipta
juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan
seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah,
pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil
pelanggaran Hak Cipta.
•
Sebelum menjatuhkan
putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang
haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan
kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan
hasil pelanggaran Hak Cipta.
•
Sementara itu dari
sisi pidana pihak yang melakukan pelanggaran hak cipta dapat dikenai sanksi
pidana berupa pidana penjara dan/atau pidana denda. Maksimal pidana penjara
selama 7 tahun dan minimal 2 tahun, sedangkan pidana dendanya maksimal Rp. 5
miliar rupiah dan minimal Rp. 150 juta rupiah
Pelanggaran Hak Cipta
Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai suatu
pelanggaran hak cipta apabila perbuatan tersebut melanggar hak eksklusif dari
pencipta atau pemegang hak cipta. Perbuatan yang ‘tidak’
dianggap sebagai pelanggaran hak cipta hal-hal sebagai berikut :
Ø
Pengumuman dan/atau
perbanyakan Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
Ø
Pengumuman dan/atau
perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas
nama pemerintah, kecuali jika hak cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan
peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri
atau ketika ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau
Ø
Pengambilan berita aktual baik
seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran dan surat
kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan
secara lengkap.
Ø
Dengan syarat bahwa sumbernya
harus disebutkan atau dicantumkan :
1. Penggunaan
ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta;
2. Pengambilan ciptaan
pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
pembelaan di dalam atau di
luar pengadilan;
ceramah yang semata2 untuk
tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
pertunjukan atau pementasan
yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang
wajar dari pencipta.
3. Perbanyakan
suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille
guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan tersebut bersifat
komersial;
4. Perbanyakan
suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat
apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan
atau pendidikan dan pusat dokumentasi yang bersifat non komersial semata-mata
untuk keperluan aktifitasnya;
5. Perubahan yang
dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur,
seperti ciptaan bangunan;
6. Pembuatan
salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang
dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada
pemegang hak cipta adalah hak untuk:
Ø
membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual
hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
Ø
menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan
(mengadaptasi ciptaan),
Ø
menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
Ø
menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada
orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak
eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang
bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang
melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia.
Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan
menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen,
mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan,
mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan
mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun".
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur
pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga
merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik,
aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman
suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi
kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing
(UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi
berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam
hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian
tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan
pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan
persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
Banyak negara mengakui adanya hak
moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga
mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern).
Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak
tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal
konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah
hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah
hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang
tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan[2].
Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan,
walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk
dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak
Cipta.
Upaya Penegakkan Hukum
a. Pencegahan pelanggaran hak cipta
Jika ada suatu pelanggaran
tentang hak cipta, maka pencipta atau pemegang hak cipta antara lain:
1) Mengajukan
permohonan Penetapan Sementara ke Pengadilan Niaga dengan menunjukkan
bukti-bukti kuat sebagai pemegang hak dan bukti adanya pelanggaran Penetapan
Sementara ditujukan untuk :
Ø
mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya mencegah masuknya barang
yang diduga melanggar hak cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan,
termasuk tindakan importasi;
Ø
menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait
tersebut guna menghindari terjadinya penghilangan barang bukti.
2)
Mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan niaga atas pelanggaran hak ciptanya
dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakannya.
Untuk mencegah kerugian yang lebih besar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta (putusan sela).
Untuk mencegah kerugian yang lebih besar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta (putusan sela).
3)
Melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak penyidik POLRI dan/atau PPNS
DJHKI.
b.
Pihak yang berwenang melakukan penyidikan tindak pidana di bidang hak cipta?
Selain penyidik pejabat Polisi
Negara RI juga pejabat pegawai negeri tertentu di lingkungan departemen yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan hak cipta (Departemen
Kehakiman) diberi wewenang khusus sebagai penyidik, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang hak cipta.
Penegakan hukum atas hak cipta
Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta
dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana.
Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius,
namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.
Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia
secara umum diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama
tujuh tahun
yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu
juta rupiah
dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan
hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan
tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab
XIII).
Tindak pidana bidang hak cipta
dikategorikan sebagai tindak kejahatan dan ancaman pidananya diatur dalam Pasal
72 yang bunyinya :
·
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
dengan pidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah);
·
Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak
terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidanan penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah);
·
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah);
·
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 17 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
·
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 19 atau Pasal 49 ayat
(3) dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah);
·
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah);
·
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah);
·
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)
·
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 28 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah);
0 comments:
Post a Comment