.post img:hover { -moz-trnasform: scale(1.3) ; -webkit-transform: scale(1.3); -o-transform: scale(1.3) ; -ms-transform: scale(1.2) ; transform: scale(1.3) ;}

TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG

16:20 |



Seperti tak menaruh iba dan kasihan angin yang kuat mengudu pohon – pohon durian yang besar dan berpuluh – puluhan tahun umurnya. Deru – deru dan derak – derak yang memenuhi rimba belukar itu tiadalah ubahnya dengan tempik sorak dan ratap tangis orang di tengah peperangan.
Alamat seorang raja rimba alam, jatuh ketanah untuk selama – lamanya, menarik apa yang ditariknya dan menimpa apa yang dibawahnya, laksana hendak membalas dendam dan panas hatinya.
Ditengah rimba durian, yang kusut masai oleh angin yang kuat itu berdiri sebuah pondok ditempat yang lapang, didalam rumah kecil itu menyala sebuah pelita minyak tanah yang sebentar – bentar hampir padam diembus oleh angin yang dapat masuk dari celah – celah dinding kulit kayu itu.

Disudut pintu, duduk seorang laki – laki Syahbudin yang mempunyai pondok itu bersandar di dinding termenung. Pakaiannya, celana pendek dan baju kaus, yang telah koyak – koyak melukiskan kemiskinan dan kemelaratan yang sehari – hari dideritanya. Air matanya yang keruh, pipinya yang kempis dan matanya yang cekung menyatakan bahwa jalan dengan ranjau dan duri, banyak mendaki menurun.
Syahbudin menerima nasibnya dengan tulus dan iklas, tak ia tahu bahwa sekaliannya itu kehendak Allah yang mahakuasa. Telah enam tahun lamanya ia mengembara dari dusun ke dusun untuk mencari nafkahnya tiga beranak, sejak rumahnya dimusnahkan api, rumah yang didirikannya dengan tulang dan keringatnya sendiri dan sejak istrinya, belahan dadanya berpulang ke Rahmatullah oleh sebab kesusahan, meninggalkan dua orang anak yang masih perlu asuhan ibu.

0 comments:

Post a Comment